Agustus 08, 2016
Kunci keberhasilan upaya restorasi di kawasan Restorasi Ekosistem Riau (RER) ialah memulihkan dan mengelola tingkat kelembapan gambut. Tim Forest Protection dan Water Management RER terus membuat kemajuan dalam memulihkan hidrologi atau tata air di area konsesi restorasi ekosistem yang terletak di Semenanjung Kampar.
Tanah gambut terbentuk dalam waktu ribuan tahun dan terdiri atas 90% air dan 10% padatan organik, mengandalkan hujan sebagai satu-satunya sumber air.
Sejak tahun 1970-an, ada banyak kanal drainase yang dibangun dengan tangan dan/atau alat berat (ekskavator) di jantung Semenanjung Kampar untuk memindahkan kayu yang diambil oleh perusahaan penebangan kayu komersial. Keluarnya air terus-menerus secara tidak terkendali merusak hutan gambut rusak karena menyebabkan penurunan tinggi muka air dan mengeringnya gambut sehingga menjadi rentan mengalami kebakaran yang akan menghasilkan asap tebal serta gas rumah kaca. Kanal-kanal yang tidak terurus itu juga membuat para pelaku pembalakan liar dengan mudah memindahkan kayu secara ilegal, mengakibatkan kerusakan hutan makin menjadi dan berdampak pada keanekaragaman hayati.
RER melakukan langkah-langkah untuk membalikkan proses rusaknya hutan ini dengan menutup kanal-kanal yang terbuka dan menaikkan tinggi muka air kembali ke fluktuasi musiman. Pertama, kanal yang terbuka perlu terlebih dahulu diidentifikasi dan ditelaah dengan survei topografi yang secara rinci melihat tinggi air (leveling), mencari tahu panjang dan kemiringan tiap kanal. Berdasarkan survei ini, para pengelola air dapat mengidentifikasi jumlah dan lokasi pasti untuk membangun bendungan sehingga tinggi air dapat dibuat naik dengan menggunakan undakan 50 cm, yang serupa dengan terasering, di sepanjang tiap kanal.
Tim RER tengah dalam proses menutup 4 kanal drainase tua di tahun 2016 pada Semenanjung Kampar. Panjang tiap kanal drainase berkisar antara 1,5 – 2,5 km dengan tingkat kemiringan antara 2-3 meter, yang memerlukan 3-5 bendungan per kanal. Bendungan dibangun dengan kerja manual menggunakan karung kerikil ukuran 30 kg yang terbuat dari membran geo-sintetis yang tahan lama yang diletakkan di mulut kanal, atau dari bahan flannel/felt yang diperkuat dan tidak tembus air yang diletakkan di hulu kanal.
Pembangunan bendungan dilakukan di musim kering ketika tinggi muka air memang lebih rendah karena curah hujan yang lebih sedikit, sehingga memudahkan tim lapangan untuk membangun bendungan. Kesulitan dalam menutup kanal-kanal ini ialah mengangkut bahan-bahan yang diperlukan untuk membangun bendungan ke lokasi yang terletak jauh dan terpencil di dalam kawasan RER. Upaya ini memerlukan kerja keras karena harus memindahkan 200 karung kerikil seberat 30 kg selama berhari-hari menempuh jarak sekian kilometer masuk ke dalam hutan menggunakan perahu kecil, gerobak sorong, dan tenaga manual untuk mengangkut dan memasang karung-karung tersebut.
Pekerjaan selanjutnya adalah memantau hasil penutupan kanal melalui titik-titik pemantauan tinggi muka air yang dipasang permanen pada berbagai jarak dan tegak lurus dengan arah kanal. Hingga saat ini, RER telah mengidentifikasi lebih dari 20 kanal di tengah hutan yang akan diperiksa, disurvei, dan ditelaah untuk kemudian ditutup.
Tim RER terdiri atas gabungan staf RER yang menangani pengelolaan air serta pekerja dari masyarakat setempat.
Kredit foto: Tim Internal Restorasi Ekosistem Riau.