Juni 19, 2024

Peran Inovasi Digital dalam Pelestarian Satwa Liar

Perkembangan teknologi terbaru membuat upaya pelestarian satwa liar lebih mudah dan efektif. Beragam solusi digital memungkinkan kita untuk memantau populasi, perilaku, dan habitat satwa liar dengan lebih efisien, menganalisis dengan lebih rinci, dan menghasilkan penemuan baru untuk disampaikan kepada khalayak global. Dengan meningkatkan cara mengumpulkan, menganalisis, dan melakukan langkah berdasarkan data yang didapatkan dari keberadaan satwa liar, kami mampu mengidentifikasi potensi ancaman dan hal-hal yang dapat ditingkatkan, kemudian merancang dan menerapkan strategi konservasi yang tepat.

Pada Hari Satwa Liar Sedunia yang diperingati setiap tanggal 3 Maret, United Nations menyoroti bagaimana kemajuan teknologi bermanfaat bagi pelestarian satwa liar. Di Indonesia, Restorasi Ekosistem Riau (RER) menerapkan perkembangan digital untuk memperluas upaya pemantauan, meningkatkan pengelolaan lanskap, dan bahkan mencegah kebakaran di hutan dan lahan gambut. Dalam artikel ini, kita akan menelusuri potensi dari berbagai inovasi digital terbaru dan mengungkap dampak perubahannya yang sudah terjadi.

Teknologi dalam Konservasi Satwa Liar

Teknologi pelacakan menggunakan satelit dan GPS memungkinkan ilmuwan untuk memantau pola pergerakan satwa dan mengidentifikasi area yang perlu dilidungi. Teknologi ini bahkan dapat membantu kita untuk mencegah konflik antara satwa dan manusia. Sementara itu, kalung GPS sering digunakan untuk melacak mamalia besar seperti gajah dan harimau, untuk memberikan kita informasi tentang perilaku dan cara mereka berinteraksi dengan lingkungannya.

Drone, atau pesawat terbang tanpa awak (UAV), adalah perangkat teknologi lainnya yang semakin banyak digunakan dalam upaya konservasi. Dengan kemampuan mencakup area yang luas dengan cepat dan menghasilkan gambar beresolusi tinggi, drone merupakan perangkat ideal untuk memantau satwa liar. Lebih dari itu, drone dapat digunakan untuk melawan aktivitas ilegal seperti perburuan liar dan deforestasi, karena kami dapat melakukan pengawasan secara langsung dan mendapatkan barang bukti pendukung atas aktivitas ilegal yang terjadi.

Selain itu, dengan teknologi pengindraan jauh seperti LiDAR (Light Detection and Ranging), kami dapat mendeteksi adanya perubahan dalam penggunaan lahan, kepadatan vegetasi, dan kawasan perairan. Teknologi ini mampu memberikan peringatan dini akan hilangnya habitat dan menyoroti bahaya perubahan iklim.

Kamera Jebak untuk Satwa Liar

Dalam upaya konservasi di kawasan daratan, kamera jebak dapat menyingkap berbagai informasi tentang keanekaragaman hayati, membantu membentuk gambaran komprehensif tentang kesehatan ekosistem, dan mengetahui perilaku satwa di habitat aslinya. Metode pemantauan dengan kamera jebak juga dianggap “ramah satwa liar,” karena minimnya kontak langsung dengan satwa.

Metode pemantauan dengan kamera jebak juga dianggap “ramah satwa liar,” karena minimnya kontak langsung dengan satwa

Kamera jebak berperan penting dalam penelitian di RER. Pada tahun 2017 saja, satu proyek pemantauan telah memasang total 84 kamera jebak, yang beroperasi selama 7.758 malam dan berhasil menangkap 6.310 foto dan video. Pengawasan yang tidak mengganggu satwa ini membantu RER mengidentifikasi dan mengamati kurang lebih 52 spesies satwa yang berbeda, termasuk trenggiling, kancil, landak, babi hutan, rusa sambar, dan beruang madu, serta berbagai spesies reptil dan burung.

Penggunaan AI pada Kamera Jebak untuk Mengidentifikasi Gambar dan Suara

Teknologi AI menemukan terobosan baru dalam dunia konservasi satwa liar dengan mampu mengidentifikasi gambar melalui kamera jebak dan mengenali suara satwa liar yang diambil menggunakan alat perekam. Saat ini, teknologi AI tersebut masih terus dikembangkan. Di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, penyimpanan suara satwa liar tersebut sedang aktif dilakukan, di mana RER ikut berkontribusi untuk melengkapinya.

Kalung GPS dan Konservasi Harimau

Pada tahun 2020, RER ditunjuk oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai lokasi pelepasliaran Corina, harimau Sumatra. Kalung GPS dipasangkan pada leher Corina, dan sejak itu, RER dapat mengetahui fakta menarik tentang perilakunya. RER dapat melacak pergerakan dan memetakan area keberadaannya. Informasi yang didapatkan tersebut dapat menjadi acuan dalam merancang strategi konservasi harimau di seluruh dunia.

Corina merupakan harimau pertama yang dilepasliarkan ke hutan rawa gambut, yakni lingkungan yang dipenuhi vegetasi lebat, tanah berair banyak, dan kombinasi berbagai habitat yang berbeda. Sebelum dilepasliarkan, RER menguji kalung GPS di enam lokasi berbeda yang mewakili tiga tipe habitat utama: habitat terbuka, habitat perkebunan, dan habitat hutan alami.

Terlepas dari berbagai tantangan topografi yang terdapat di lingkungan hutan rawa gambut, teknologi kalung GPS masih berfungsi baik, dengan tingkat keberhasilan transmisi lebih dari 80%. Kami juga menguji sistem telemetri radio Frekuensi Sangat Tinggi (VHF) yang akan membantu kami melacak Corina di lapangan, yang terbukti efektif pada jarak hingga hampir 1 kilometer. Berbekal peralatan baru ini, petugas lapangan kami dapat melacak Corina dan memantau bagaimana ia berinteraksi dengan dunia di sekitarnya.

Pemetaan Lanskap dan Pencegahan Kebakaran

Pada level makro, kemajuan teknologi drone memungkinkan kita untuk mendapatkan gambar beresolusi tinggi dan data lanskap lainnya dengan cepat dan biaya relatif murah, serta minim gangguan terhadap lingkungan. Drone dengan sensor termal sangat berguna di wilayah hutan lebat, karena kemampuannya menangkap gambar kumpulan satwa yang mungkin tidak terlihat dalam gelap.

Sensor termal dan teknologi drone memiliki fungsi penting lainnya di kawasan seperti RER. Di lanskap hutan yang luas, drone dengan sensor termal menjadi alat yang sangat efektif dalam pencegahan dan respons terhadap kebakaran. Bagi tim Perencanaan dan Pencegahan Kebakaran di RER, drone membantu mengoordinasikan patroli kegiatan restorasi di lahan yang sangat terdegradasi, dan dapat dengan cepat mengidentifikasi titik api yang berpotensi menyebabkan kebakaran. Dikombinasikan dengan gambar satelit, drone memberikan kami gambaran hutan secara menyeluruh dan detail yang tidak mungkin dilakukan beberapa tahun lalu.

Teknologi drone dengan sensor termal juga dapat diterapkan untuk mempelajari mamalia besar yang sulit ditemui karena aktif di malam hari, serta menimbulkan bahaya tertentu jika diamati dari dekat dan secara langsung.

Perangkat Konservasi Paling Efektif

Mulai dari drone dan kamera jebak hingga satelit dan GPS, teknologi digital membuka peluang baru bagi konservasi satwa liar. Inovasi-inovasi ini memungkinkan kita memantau satwa dan habitatnya dengan lebih efektif, mengetahui perilaku yang belum teramati sebelumnya, mengidentifikasi potensi ancaman, kemudian membantu kita merancang dan menerapkan strategi konservasi yang lebih efektif berdasarkan data dan informasi yang akurat.

Namun, teknologi hanya sebagian dari upaya pelestarian satwa liar. Inovasi digital akan memberikan dampak maksimal saat digabungkan dengan metode konservasi yang lebih tradisional, seperti edukasi, kesadaran, dan keterlibatan masyarakat.

Inovasi digital akan memberikan dampak maksimal saat digabungkan dengan metode konservasi yang lebih tradisional, seperti edukasi, kesadaran, dan keterlibatan masyarakat

Pada dasarnya, perangkat paling efektif dalam upaya konservasi adalah tekad masyarakat untuk membawa perubahan positif dan kemauan mereka untuk saling bekerja sama. Keberadaan inovasi digital dapat memperkuat upaya dan dampak pelestarian satwa liar, dengan mempererat ikatan antara manusia dengan alam sekitarnya.

RER 2023 Progress Report