Desember 12, 2019
Dengan lebih dari 800 spesies satwa dan tumbuhan yang ada di Restorasi Ekosistem Riau (RER), ketersediaan air merupakan hal penting bagi kelangsungan mereka.
Area konsesi RER di Semenanjung Kampar sebagian besar merupakan lahan gambut tropis, dengan lebih dari 90 persen terdiri dari air.
Dalam beberapa dasawarsa terakhir, pemanfaatan lahan gambut oleh manusia dilakukan dengan mengalirkan air gambut keluar dengan drainase melalui kanal buatan agar bisa ditanami, dijadikan hunian, atau untuk mengangkut kayu dari dalam hutan ke titik-titik pengolahan kayu yang ada di sepanjang sungai.
Gambut kering amat mudah terbakar, yang berarti kebakaran dapat terjadi dengan mudah, khususnya selama musim kemarau. Apabila ini terjadi, kebakaran yang timbul akan sangat sulit dipadamkan karena api bisa menembus gambut dan membakar lapisan di bawah permukaan.
Oleh karena itu, bila lahan gambut dapat dijaga tetap basah akan membantu mencegah terjadinya kebakaran sekaligus mengurangi atau bahkan menghilangkan potensi emisi karbon dari gambut yang kering atau terbakar.
RER berkomitmen untuk menjaga ketersediaan air dengan terus memantau tinggi muka air sekaligus juga sebagai upaya pencegahan terhadap risiko kebakaran hutan. Upaya-upaya ini telah mengarah pada tercapainya hasil yang positif, karena sejak tahun 2013 tidak lagi terjadi kebakaran dalam area konsesi RER.
Dengan tinggi muka yang baik, hutan rawa gambut dapat terus hidup dan menyokong keberadaan satwa liar, serta mengurangi risiko terjadinya subsidensi.
Dian Andi Syahputra, Assistant Environment Officer RER, yang merupakan bagian dari tim pemantau air, mengatakan bahwa timnya memantau tingkat air yang ada di RER setiap hari dengan mengukur tinggi muka air yang ada di hutan.
“Tinggi muka air ialah ketinggian air yang ada di atas permukaan. Kami biasanya mengukur ketinggian muka air ini tiap hari untuk melihat seberapa besar fluktuasi volume air di hutan,” ujarnya.
Dian menjelaskan bahwa tinggi muka air di hutan akan bervariasi, tergantung pada jumlah curah hujan. Pada musim hujan, tinggi muka air bisa mencapai beberapa sentimeter di atas permukaan tanah gambut. Akan tetapi pada musim kemarau, tinggi muka air bisa turun hingga 150 cm di bawah permukaan, sehingga lahan gambut yang kering menjadi rawan terbakar.
Untuk memantau tinggi muka air, tim RER menggunakan beberapa sumur celup yang dimasukkan ke dalam gambut. Sumur-sumur ini dilengkapi dengan penanda yang memungkinkan pengukuran tinggi muka air.
“Bila tinggi muka air di hutan rendah, tim menjadi lebih waspada untuk mengambil langkah awal dan langkah tambahan untuk mencegah kemungkinan terjadinya kebakaran,” ujar Dian.
Salah satu cara yang dilakukan ialah dengan menambah patroli jagawana di hutan untuk memantau tanda-tanda kebakaran.
“Rendahnya tinggi muka air yang terjadi di RER di tahun 2019 dianggap membahayakan, karena kami menghadapi kemarau panjang yang bisa membuat hutan gambut kami rentan terbakar,” ungkapnya.
“Saat ini, hujan turun tiap hari, namun ternyata hal ini tidak berdampak signifikan pada tinggi muka air tanah, karena tinggi muka air sungai hanya bertambah sedikit,” Dian menambahkan.
Untuk meningkatkan tinggi muka air, tim RER juga melakukan upaya penutupan kanal. RER berupaya meningkatkan tinggi muka air dengan menggunakan karung-karung pasir untuk membendung air di kanal-kanal yang dulunya dibuat manusia untuk mengalirkan air keluar dari hutan dan membuatnya mengering. Bendungan ini memperlambat aliran air dan dengan demikian membantu kelembapan gambut terjaga lebih lama.
Selain tinggi muka air, tim RER juga memeriksa mutu air di sungai-sungai yang ada di RER tiap enam bulan, dengan mengambil sampel air. Sampel tersebut kemudian dikirim ke laboratorium di Pekanbaru untuk dianalisis terkait jumlah padatan, kadar hidrogen dan oksigen, serta kadar klorin.
Informasi terkait tinggi muka air dan mutu air sungai di RER dilaporkan pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI dua kali setahun.
Hal ini membantu RER memastikan bahwa RER telah mematuhi peraturan pemerintah setempat terkait pengelolaan hutan lestari, sekaligus mengkaji dampak terhadap ekosistem.
Umumnya tidak ada atau hanya ada sedikit sekali perubahan mutu air di RER, yang sejauh ini dinyatakan baik, ujar Dian.