April 29, 2016
Anggota tim RER Prayitno Goenarto baru-baru ini melakukan melakukan survei ke lokasi Restorasi Ekosistem Riau Semenanjung Kampar untuk mendata beberapa spesies burung.
Salah satu spesies burung tersebut adalah kirik-kirik laut, salah satu dari 26 spesies burung pemakan lebah di dunia, dan satu dari tiga spesies burung pemakan lebah yang bisa ditemukan di Riau, Sumatra.
Restorasi Ekosistem Riau (RER) dibentuk oleh Grup APRIL pada tahun 2013 untuk melindungi dan merestorasi hutan rawa gambut seluas 150.000 hektar yang memiliki nilai ekologi penting di Semenanjung Kampar dan Pulau Padang berdasarkan izin usaha restorasi ekosistem yang diberikan oleh pemerintah Indonesia.
Lanskap di Semenanjung Kampar merupakan salah satu hutan rawa gambut terbesar di Asia Tenggara yang terus terancam dengan berbagai kegiatan ilegal. Upaya RER di Semenanjung Kampar dilakukan untuk menyokong habitat spesies endemis di area tersebut, termasuk harimau Sumatra, kucing tandang, beruang madu, dan masih banyak lagi.
Dengan garis hitam tebal di bagian mata, warna jingga yang mencolok di bagian dada, dan kombinasi warna biru-hijau di bagian punggungnya, bulu burung kirik-kirik laut sungguh mencerminkan spektrum warna yang luas. Sayapnya yang meruncing dan paruhnya yang agak melengkung ke bawah menunjang cara hidup burung ini yang diet utamanya adalah serangga.
Preferensi habitat burung ini ialah dekat dengan sumber air terbuka, yang menunjukkan bahwa pengelolaan tinggi muka air yang dilakukan RER bisa jadi berperan penting dalam memelihara kondisi habitat burung ini.
Spesies burung ini tidak hanya memakan lebah, namun juga jenis serangga lainnya, termasuk capung. Kirik-kirik laut kerap bertengger di cabang pohon yang menjulur ke luar, sehingga mereka bisa dengan mudah melihat serangga yang lewat untuk ditangkap.
Yang menarik ialah ketika memangsa serangga yang memiliki sengat, seperti lebah, burung ini akan terlebih dahulu membenturkan serangga tersebut ke permukaan yang keras sampai alat sengat tersebut copot atau putus.
Burung kirik-kirik laut digolongkan sebagai satwa dengan kategori Resiko Rendah atau Least Concerned dalam Daftar Merah IUCN. Alasannya ialah karena habitat burung ini tersebar luas di 19 negara yang kebanyakan di Asia Tenggara.
Burung kirik-kirik laut punya sifat gemar bersosialisasi dan kerap membangun terowongan sarang bersama-sama dalam satu lokasi di pinggir sungai atau dekat lahan terbuka yang datar (Yuan et al. 2006).
Referensi:
• SIEFFERMAN, L., WANG, Y-J., WANG, Y-P., and YUAN, H-W. 2007. Sexual dichromatism, dimorphism and condition-dependent coloration in blue-tailed bee-eaters. The Condor, 109(3), 577-584.
• YUAN, H-W., BURT, D.B., WANG, L-P., CHANG, W-L., WANG, M-K., CHIOU, C-R., and DING, T-S. 2006. Colony site choice of blue-tailed bee eaters: influences of soil, vegetation and water quality. Journal of Natural History, 40 (7), 485-493
Kredit foto: Prayitno Goenarto — Restorasi Ekosistem Riau (RER)