Oktober 14, 2024
Capung, hewan cantik yang menakjubkan. Mereka termasuk salah satu serangga terbang pertama yang berevolusi di bumi lebih dari 300 juta tahun yang lalu (membuat mereka lebih tua dari dinosaurus), dan selama itu pula, mereka menghiasi langit dengan gerakan terbangnya yang lihai.
Untuk benar-benar memahami capung, kita harus terlebih dahulu mempelajari dunia dan perilakunya. Di Restorasi Ekosistem Riau (RER), kami terus memperdalam pengetahuan kami tentang capung dan peran pentingnya di habitat lahan basah. Pada artikel ini, kita akan melihat capung lebih dekat dan mengungkap beberapa rahasianya.
Taksonomi dan penampilan
Ada sekitar 3.000 spesies capung, atau odonate, yang diketahui oleh sains. Mereka hidup di semua benua di dunia, kecuali Antartika, dan mereka hadir dalam berbagai bentuk, warna, dan ukuran. Capung terbesar yang pernah tercatat memiliki lebar sayap 28 inci (70 cm), sehingga sekaligus menjadi serangga terbesar dalam sejarah.
Capung langsung dapat dikenali dari penampilannya. Mereka memiliki sepasang sayap yang kuat dan transparan, tumbuh secara simetris di tubuh yang memanjang, seringkali berwarna cerah, dan dihiasi dengan sepasang mata majemuk yang berkilauan. Mata capung sebenarnya terdiri dari sekitar 28.000 mata individu (disebut ommatidia), yang memberikan capung penglihatan binokular dalam spektrum warna yang lebih luas (tidak seperti manusia, capung dapat melihat sinar UV).
Capung vs capung jarum
Capung (dragonfly) terkadang disamakan dengan capung jarum (damselfly), yang termasuk dalam odonatan lainnya (Zygoptera). Padahal, capung jarum biasanya bertubuh lebih ringan, dan tidak dapat terbang sekuat capung. Capung pada umumnya membentangkan sayapnya menjauhi tubuh, sedangkan capung jarum melipat sayapnya di atas perut saat beristirahat. Melihat perilaku tersebut, mereka benar-benar cocok dengan unsur namanya masing-masing dalam bahasa Inggris, yakni dragon (naga) dan damsel (putri).
Dari predator menjadi mangsa: siklus hidup capung
Seperti ulat dan kupu-kupu, siklus hidup capung merupakan proses yang kompleks, melibatkan beberapa tahapan yang terbagi menjadi pertumbuhan dan metamorfosis. Faktanya, perubahan yang dialami capung bisa dianggap lebih ekstensif dibandingkan kupu-kupu, karena selama hidupnya, capung menghuni dua dunia yang sangat berbeda (air dan udara). Ada tiga fase dalam siklus hidup capung: telur, larva, dan dewasa.
Kehidupan capung dimulai ketika capung betina dewasa meletakkan telurnya pada daun dan batang di dekat air. Telur-telur ini, yang telah diletakkan beberapa hari atau bahkan berminggu-minggu, dapat bersifat endofit (berarti bentuk memanjang) atau eksofitik (berarti bulat, dan terkadang berbentuk jeli, seperti bibit katak). Selama hidupnya, seekor capung betina bisa bertelur lebih dari 100 butir.
Ketika telur-telur ini menetas, fase larva dari siklus hidup capung dimulai. Capung menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam fase ini, yang pada umumnya berlangsung selama dua-tiga bulan, sementara beberapa spesies – seperti capung cincin emas – hidup sebagai larva selama lebih dari lima tahun! Terkadang disebut sebagai ‘nimfa’, predator berukuran mini ini adalah pemburu yang rakus, bersembunyi di balik bayang-bayang kolam dan sungai dan memangsa krustasea, cacing, siput, lintah, kecebong, larva serangga lain, dan bahkan ikan kecil.
Ketika nimfa sudah besar dan cukup kuat, ia akan mengapung ke permukaan dan mulai menghirup udara sebagai persiapan untuk berganti kulit – tidak seperti kupu-kupu, capung bertransformasi langsung dari larva menjadi dewasa, tanpa memerlukan fase transisi kepompong. Larva akan memanjat tumbuhan yang menyembul dari air dan menempel pada batang yang kokoh dengan menggunakan kakinya sebagai tumpuan. Capung dewasa kemudian perlahan-lahan muncul, hanya menyisakan kulit berbentuk larva (disebut exuvia).
Setelah muncul, mereka butuh sekitar satu minggu untuk menjadi capung dewasa sepenuhnya, secara bertahap mengeraskan kerangka luarnya dan memperoleh warna-warna cerah yang menjadi ciri khas setiap spesies. Fase dalam siklus hidup capung ini hanya berlangsung dalam hitungan minggu. Selama fase tersebut, capung dewasa sibuk berburu dan berkembang biak, untuk memastikan siklus hidup capung yang baru dapat dimulai kembali.
Peran capung dalam ekosistem RER
Capung mempunyai peranan penting dalam lingkungannya, baik sebagai predator maupun mangsa. Selain itu, karena mereka bergantung pada air bersih dan yang mengandung oksigen untuk siklus perkembangbiakannya, mereka merupakan bioindikator yang jelas dari kesehatan ekosistem. Namun meskipun penting, relatif sedikit yang diketahui tentang capung di Sumatra, khususnya di Provinsi Riau. Untuk menjembatani kesenjangan informasi tersebut, pada tahun 2020 RER memulai proyek penelitian bersama Dr Rory Dow, pakar spesies odonatan tropis terkenal dan merupakan anggota IUCN Odonata Specialist Group.
Pada bulan Desember 2022, tim Dr Dow melaporkan bahwa terdapat total 58 spesies capung dan capung jarum di RER, dua di antaranya berstatus Terancam Punah (EN), dan satu lagi berstatus Rentan (VU) menurut Daftar Merah IUCN. Spesies berstatus Rentan (VU) tersebut adalah Brachygonia puella, yang berasal dari famili Libellulidae dan dapat ditemukan di Sarawak, Pulau Kalimantan, Malaysia, dan Pulau Belitung, Indonesia. Spesies ini pertama kali ditemukan di Riau pada tahun 2016, ketika tim kami mendokumentasikan kemunculannya di RER.
Anggota famili Libellulidae lainnya, dan yang lebih sering terlihat di sekitar RER, adalah Tholymis Tillarga, yang juga dikenal dengan nama coral-tailed cloudwing. Capung berukuran sedang ini memiliki mata kemerahan, dada berwarna kuning, dan perut berwarna merah cerah. Ia berkembang biak di kolam, rawa, dan danau di lingkungan RER, dan biasanya paling aktif saat senja dan fajar.
Dengan memanfaatkan data yang dikumpulkan dari total empat penelitian mendalam yang bermitra dengan Dr Dow, RER bermaksud membangun Indeks Biotik Capung (Dragonfly Biotic Index atau DBI) yang komprehensif untuk Semenanjung Kampar. DBI akan membantu kami mendeteksi perubahan kondisi habitat akibat polusi, degradasi, atau invasi spesies asing, sehingga dapat digunakan untuk memantau pemulihan habitat. Yang terpenting, DBI juga dapat membantu kami memprioritaskan area yang memerlukan perhatian khusus.
Selama ratusan juta tahun, siklus hidup capung terus berputar di dalam dan sekitar lahan basah di planet kita. Saat satwa liar di dunia menghadapi masa depan yang tidak pasti, studi capung RER memperdalam pemahaman kita tentang keanekaragaman hayati dan peran unik setiap spesies dalam lingkungannya. Pada akhirnya, dengan mempelajari dan menghargai alam, kita akan lebih mampu melindunginya.