Januari 27, 2021
Musang tentunya bukanlah hewan yang asing bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Namun, pernahkah Anda mendengar nama Musang Belang?
Musang termasuk ke dalam keluarga Viverridae atau mamalia yang berukuran kecil hingga sedang, seperti halnya Binturong. Musang juga terbagi lagi ke dalam beberapa jenis, salah satu yang paling langka adalah Musang Belang atau Banded Palm Civet.
Memiliki nama latin Hemigalus derbyanus, Musang Belang merupakan satwa khas di Paparan Sunda seperti Pulau Sumatra dan Kalimantan. Persebarannya juga terdeteksi di Myanmar, Semenanjung Malaysia, dan Thailand.
Hewan ini dijuluki Musang Belang di Indonesia karena pola garis-garis yang terdapat di punggungnya. Sementara nama latinnya berasal dari bahasa Yunani yakni Hemi yang berarti ‘setengah’ dan gale yang artinya ‘musang’.
Dalam survei keanekaragaman hayati untuk spesies mamalia di Semenanjung Kampar, kami mencatat bahwa Musang Belang merupakan satu dari enam spesies Viverridae yang ditemukan di hutan Restorasi Eksosistem Riau (RER).
Karakteristik Fisik
Musang Belang memiliki ukuran mirip kucing domestik yang khas dengan badan panjang dan ramping. Jika diukur, rata-rata ukuran tubuh Musang Belang adalah sekitar 53 cm dengan berat berkisar antara 1-3 kg.
Bulu hewan ini memiliki berbagai macam warna seperti hitam, cokelat, abu-abu, putih, juga kuning. Ciri khas dari bulunya adalah garis-garis melengkung berwarna hitam dan putih atau krem yang tampak pada punggung dan ekornya.
Pola pada bulu mereka ini berfungsi sebagai sistem perlindungan agar mereka dapat berkamuflase dengan lingkungan hutan.
Secara umum, satwa yang tergolong dalam keluarga Viverridae melahirkan satu hingga dua anak setiap tahunnya. Masa kehamilannya berkisar antara 32 hingga 64 hari.
Begitu pula dengan Musang Belang. Dari hasil observasi, diketahui Musang Belang melahirkan satu hingga dua anak, dengan berat sekitar 125 gram.
Musang Belang yang baru lahir akan membuka mata di hari ke-8 hingga 12. Di hari ke-18, umumnya anak musang sudah bisa berjalan dan di minggu ke-4 mereka mulai belajar memanjat pohon.
Anak Musang Belang membutuhkan 70 hari masa menyusui sebelum mereka dapat mengonsumsi mangsa dengan tekstur lebih keras.
Masa hidup Musang Belang sangat tergantung pada tingkat keamanan habitatnya. Namun, dalam kondisi normal Musang Belang dapat hidup selama sekitar 15 hingga 20 tahun.
Makanan Musang Belang
Termasuk dalam golongan karnivora, pilihan makanan Musang Belang cukup beragam. Mulai dari hewan-hewan pengerat, reptil jenis kecil, serangga hingga semut dan krustasea atau udang-udangan.
Ketika berburu, cakarnya yang dapat ditarik dan kaki-kakinya yang kokoh membuat Musang Belang menjadi pemanjat yang andal. Itulah mengapa lokasi buruan favorit mereka adalah pepohonan atau wilayah dekat sungai dan ekosistem air.
Moncong mereka yang panjang dan dipenuhi gigi runcing pun sangat berguna untuk melemahkan mangsa dan mengonsumsi makanan yang keras.
Musang Belang menangkap mangsa dengan gigitan kuat di belakang leher lalu menggoyangkan kepalanya untuk mematahkan leher mangsanya.
Setelah itu, Musang Belang akan mencabik-cabik mangsanya dengan gigi yang runcing sambil memegangnya dengan dua cakar depan. Ketika sedang menelan mangsanya, satwa ini akan terlihat menengadahkan kepalanya.
Meski karnovira, Musang Belang pun terkadang juga memakan tanaman, buah-buahan dan biji-bijian, termasuk biji kopi.
Perilaku Musang Belang
Musang Belang adalah satwa nokturnal yang juga merupakan pemanjat andal. Satwa ini juga cukup pemalu ketika berhadapan dengan manusia.
Di malam hari, mereka akan berburu atau mencari makan di darat. Sementara pada siang hari, mereka akan lebih banyak menghabiskan waktu untuk tidur di sarangnya yang biasanya terdapat di pohon atau di dalam lubang.
Musang Belang juga termasuk satwa penyendiri yang sangat teritorial. Mereka akan menandai wilayah dengan aroma. Karenanya, Musang Belang dapat menjadi buas ketika batas teritorialnya diterobos atau berhadapan dengan pemangsa.
Pemangsa alami satwa ini adalah Singa, Macan Tutul, dan Ular Piton.
Dalam kondisi terancam, Musang Belang biasanya mendesis, meludah, menggeram, dan akan menyerang pada titik tertentu.
Status Konservasi
Musang Belang terdaftar di Appendix II CITES (Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Flora dan Fauna Liar yang Terancam Punah). Meski belum terancam punah, namun perdagangannya harus dikendalikan.
Daftar Merah IUCN untuk spesies terancam menggolongkan Musang Belang sebagai satwa dengan status Hampir Terancam (Near Threatened/NT).
Di alam liar, kegiatan manusia menjadi salah satu hal yang paling mengancam keberadaan Musang Belang. Deforestasi yang mengakibatkan pengikisan habitat alami yang membuat satwa ini semakin kesulitan mendapatkan makanan.
Deforestasi juga menghambat akses Musang Belang kepada pepohonan rimbun dan tempat-tempat yang aman baginya untuk berlindung dari predator.
Di beberapa wilayah di Sumatra, kerap diberitakan satwa ini memasuki rumah warga karena tersesat ketika mencari makan di sekitar permukiman warga.
Mereka juga kerap diburu untuk dijual sebagai satwa peliharaan, membuat jenis musang ini menjadi komoditas yang banyak dicari dengan harga tinggi di pasar satwa.
RER terus berusaha melindungi spesies Musang yang langka ini karena keberadaan mereka sangat penting bagi upaya kami dalam merestorasi dan memulihkan 150.000 hektar hutan rawa gambut yang penting secara ekologis di Semenanjung Kampar dan Pulau Padang di Provinsi Riau, Sumatera.