Mei 15, 2021
Mari berkenalan dengan Buaya Muara (Crocodylus porosus)!
Terkenal juga dengan nama Indo-Australian crocodile, Saltwater crocodile, dan Man-eater crocodile, spesies buaya ini merupakan yang terbesar di dunia, sekaligus paling ditakuti oleh manusia.
Buaya Muara merupakan satu dari 101 spesies reptil dan amfibi yang tercatat tinggal di dalam kawasan Restorasi Ekosistem Riau (RER), khususnya di Sungai Kampar dan Sungai Serkap.
Karakteristik Fisik Buaya Muara
Umumnya, panjang tubuh Buaya Muara mencapai 4.5 hingga 5.5 meter. Namun, terdapat beberapa kasus di mana Buaya Muara tumbuh melebihi 6 meter.
Sementara itu, bobot tubuhnya bisa mencapai lebih dari 1 ton. Tidak heran, spesies ini memang dikenal lebih besar dari Buaya Nil (Crocodylus niloticus) dan Alligator Amerika (Alligator mississipiensis).
Buaya Muara memiliki 17 hingga 19 gigi. Umumnya, gigi keempat, kedelapan serta kesembilan akan berbentuk jauh lebih besar dari yang lain. Sedangkan, empat pertama terpisah dari gigi-gigi yang terletak di bagian belakang.
Buaya Muara tak memiliki sisik di bagian belakang kepalanya. Kulitnya berwarna abu-abu hijau tua dengan beberapa becak hitam atau cokelat gelap.
Terdapat juga warna kekuningan di area dorsal atau punggung dan warna putih atau kekuningan di bagian bawah tubuhnya. Ekornya dipenuhi bercak-bercak hitam hingga membentuk pola belang-belang yang utuh.
Sisik yang terdapat pada punggungnya berlunas pendek dan berjumlah sekitar 16 hingga 17 per baris. Di punggungnya, biasanya terdapat 6 hingga 8 baris sisik.
Buaya Muara memiliki moncong yang lebar dengan lubang hidung dan mata terletak pada sisi atas kepalanya. Hal inilah yang membuatnya mampu berlama-lama merendamkan hampir seluruh badannya di dalam air tanpa membuat pernapasan maupun penglihatannya terganggu.
Trik merendamkan badannya di air pun dapat menjadi metode kamuflase ketika sedang berburu mangsa.
Perilaku Buaya Muara
Buaya Muara jantan cenderung hidup sendiri atau soliter dengan daerah teritori yang lebih luas dibandingkan Buaya Muara betina.
Berada di puncak rantai makanan, Buaya Muaya memakan berbagai jenis mamalia, ikan, katak, kelelawar, bahkan terdapat beberapa kasus buaya ini menyerang dan memangsa manusia.
Selain ganas, Buaya Muara juga terkenal mampu mengamati pola dan kebiasaan pergerakan mangsanya.
Meski perkawinan buaya jantan dan betina terjadi di dalam air, Buaya Muara betina akan membuat sarang untuk menyimpan telurnya di dalam gundukan tanah atau pasir bercampur dengan tumpukan daun.
Buaya Muara betina mampu menghasilkan sekitar 40 hingga 70 butir telur dalam sekali bertelur. Telur-telur ini biasanya akan menetas dalam kurun waktu 70 hingga 80 hari.
Ketika baru menetas, anak Buaya Muara berukuran sekitar 20 hingga 30 cm. Mereka perlu bantuan dari induknya untuk keluar dari sarang pertama kalinya. Induknya akan membawa anak-anak Buaya Muara di dalam mulutnya ketika berenang di air.
Habitat dan Persebaran Buaya Muara
Seperti yang tergambar dari namanya, Buaya Muara suka hidup di wilayah muara sungai yang dikelilingi tanaman karena ia kerap membuat sarang dari pelepah tanaman.
Status konservasi Buaya Muara menurut IUCN Red List tergolong Least Concern (LC) atau Tidak Mengkhawatirkan.
Persebaran Buaya Muara mulai dari perairan Teluk Benggala yang meliputi Sri Lanka, Bangladesh dan India, hingga perairan Polinesia yang mencakup Kepulauan Fiji dan Vanuatu, serta banyak terdapat di perairan Indonesian dan Australia yang menjadi habitat favorit Buaya Muara.
Di Indonesia, populasi Buaya Muara terhitung cukup banyak tersebar dari Sumatra hingga Papua.
Meski populasinya masih terbilang banyak, Buaya Muara termasuk ke dalam salah satu satwa liar yang dilindungi oleh hukum di Indonesia.
Peraturan ini tercatat dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Buaya Muara dan Nelayan Sungai Serkap
Meski kerap dilaporkan terjadi penyerangan oleh Buaya Muara terhadap manusia di beberapa daerah di Indonesia, Buaya Muara justru hidup berdampingan dengan masyarakat yang hidup di sekitar Sungai Serkap.
Masyarakat yang umumnya berprofesi sebagai nelayan dengan sumber pencahariaan utama dari ekosistem sekitar Sungai Serkap menganggap Buaya Muara sebagai “teman” yang telah lebih dulu tinggal di sana.
Nelayan-nelayan ini tinggal di pinggiran Sungai Serkap dengan membangun pondok-pondok kecil di beberapa lokasi sepanjang Sungai Serkap. Saat ini, tercatat lebih dari 20 nelayan yang tinggal dan menetap di Sungai Serkap yang menamai komunitas mereka sebagai “Nelayan Serkap Lestari”.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka menangkap ikan menggunakan perangkap yang dinamakan pengilar, selain dijual sebagai ikan mentah sebagian dari hasil tangkapan mereka diolah menjadi “ikan asap (salai) yang menjadi komoditas makanan khas komunitas tersebut.
Meski tinggal dan beraktivitas di sekitar Sungai Serkap di mana Buaya Muara tinggal, konflik yang terjadi antara predator dan komunitas nelayan ini sebatas penemuan pengilar yang rusak karena buaya kerap mencoba mengambil ikan yang terperangkap di dalamnya.
Terlebih lagi, para anggota komunitas Nelayan Serkap Lestari memiliki kepercayaan bahwa buaya telah tinggal di sana jauh sebelum mereka tinggal dan menetap.
Sehingga, mereka tidak pernah melakukan aktivitas yang mengganggu keberadaan buaya. Nelayan-nelayan tersebut juga sangat percaya bahwa selama mereka tidak mengganggu dan merusak habitat tersebut, maka Buaya Muara pun tidak akan menyerang mereka.
Karenanya, selain turut melestarikan hutan dengan melakukan praktik berkelanjutan untuk mendapatkan ikan, sebagaimana yang kerap dianjurkan ole tim RER, nelayan-nelayan ini pun selalu menjaga perilaku mereka.
Beberapa hal yang mereka yakini paling tidak boleh dilakukan adalah mengeluarkan kata-kata tak pantas dan bertingkah sombong. Dengan selalu mengindahkan “pantangan” tersebut, mereka percaya bahwa manusia dapat hidup berdampingan dengan Buaya Muara tanpa adanya insiden yang merugikan.