Februari 26, 2019
Mari kita berkenalan dengan Babi Berjenggot (Sus barbatus), satwa mamalia yang dimasukkan dalam famili Suidae.
Babi Berjenggot merupakan salah satu dari 73 spesies mamalia yang telah teridentifikasi di kawasan Restorasi Ekosistem Riau (RER) di Semenanjung Kampar .
Babi ini memiliki rambut yang tumbuh di bagian rahang bawahnya dan menyerupai janggut – sehingga babi ini dinamai Babi Berjenggot karena janggut tersebut merupakan ciri yang membedakan satwa ini dari spesies babi hutan lainnya.
Ada dua subspesies Babi Berjenggot – Sus barbatus barbatus yang dapat dijumpai di Kalimantan, Indonesia dan kepulauan Sulu di Filipina, serta Sus barbatus oi yang dapat dijumpai di Semenanjung Malaya, Bangka, Kepulauan Riau, dan Sumatra.
Babi Berjenggot memiliki tubuh yang besar dan berbobot antara 120 kg s.d. 200 kg. Tubuh babi jantan bisa mencapai panjang 137 s.d. 152 cm, sedangkan babi betina biasanya berukuran lebih kecil, dengan panjang 122 s.d. 148 cm.
Janggut Babi Berjenggot yang masih muda berwarna kehitaman, dan warna ini akan makin pudar seiring bertambahnya usia. Warna janggut babi dewasa merupakan campuran warna abu-abu, kuning, atau putih.
Anak babi lahir dengan belang-belang berwarna pucat di tubuhnya. Belang-belang ini akan memudar dan hilang saat usia lima minggu atau ketika bulunya mulai tumbuh.
Babi Berjenggot umumnya memiliki dua pasang benjolan di kedua sisi mulutnya, yang tertutup rambut yang panjang, kaku, dan berwarna keputihan.
Habitat alami spesies ini ialah hutan, dan spesies ini merupakan satwa nomadik, yang artinya bahwa kawanan Babi Berjenggot akan pindah mencari rumah baru yang memiliki sumber makanan lebih banyak.
Di Borneo/Kalimantan, Babi Berjenggot berpindah mengikuti musim buah Pohon Tengkawang. Dahulu, kawanan Babi Berjenggot hingga 80 ekor pernah terlihat berenang menyeberangi sungai Kampar.
Babi Berjenggot adalah satwa yang gigih ketika mencari makan, khususnya di malam hari. Spesies ini juga dapat terlihat di siang hari, khususnya bila cuaca sejuk.
Babi Berjenggot mengonsumsi buah-buahan yang jatuh dari pohon, biji-bijian, akar-akaran, dan satwa kecil yang hidup di tanah seperti ulat/cacing dan serangga. Mereka juga memakan satwa yang mati, membuat hutan bersih dari bangkai satwa yang membusuk.
Begitu mencapai usia 10-20 bulan, babi betina mulai bisa berkembang biak. Babi betina memiliki peran yang lebih dominan dibandingkan babi jantan dalam hal pembuatan sarang. Babi betina membuat sarangnya dengan semak dan daun-daunan, tempatnya melahirkan 3 hingga 11 anak babi.
Babi betina akan merawat bayinya hingga usia satu minggu. Di masa ini, babi betina akan sangat protektif menjaga sarangnya dan bisa bersikap agresif terhadap spesies lain yang dianggapnya sebagai pengganggu – termasuk Babi Berjenggot lainnya.
Umumnya Babi Berjenggot bisa hidup hingga usia 13 tahun.
Babi Berjenggot oleh IUCN (International Union for Conservation of Nature) digolongkan sebagai satwa dengan status konservasi Rentan (VU) yang artinya spesies ini menghadapi ancaman kepunahan yang tinggi dalam waktu dekat. Spesies ini merupakan salah satu dari It is one of the 17 globally-threatened 17 spesies mamalia yang telah teridentifikasi di RERyang terancam di tingkat global.
Spesies ini telah menyandang status Rentan (VU) sejak tahun 2008, karena IUCN mencatat adanya penurunan populasi spesies ini yang terjadi begitu drastis dan terus-menerus, yaitu turun ke 30 persen dalam waktu 21 tahun, atau setara dengan tiga generasi. Diyakini bahwa penyebab kondisi yang mengkhawatirkan ini ialah hilangnya habitat akibat eksploitasi dan perusakan hutan.
Tidak seperti sepupunya, Babi Celeng Sus scrofa, Babi Berjenggot tidak bisa beradaptasi baik dengan habitat non-hutan. Spesies Sus barbatus oi kehilangan 62 persen habitatnya di hutan hujan alam di Sumatra antara tahun 1990 s.d. 2010, mengakibatkan populasi satwa ini turun drastis.
Babi Berjenggot juga diburu untuk dikonsumsi banyak orang di Kalimantan.