Mei 20, 2024

Ular Kobra vs Piton: Mana yang Lebih Berbahaya?

Dari seluruh satwa yang ditemukan di Restorasi Ekosistem Riau (RER), hanya sedikit yang bisa menimbulkan ketakutan bagi masyarakat, seperti ular. Namun apakah reptil ini pantas mendapat reputasi menakutkan tersebut? Ciri-ciri apa yang sama-sama dimiliki oleh dua spesies ular ini, dan apa yang membedakannya? Bagaimana cara mereka berburu, dan mana yang lebih berbahaya?

Dalam artikel ini, kita akan melihat taksonomi, penampilan, dan perilaku ular piton dan kobra, untuk memahami peran penting yang mereka mainkan dalam ekosistem. Siap untuk beberapa fakta ular yang menarik? Mari meluncur mencari jawabannya…

Taksonomi

Kobra adalah ular berbisa. Sebagai bagian dari famili Elapidae, mereka bisa ditemukan di berbagai habitat, mulai dari hutan hujan tropis hingga sabana dan gurun di Afrika, Timur Tengah, Asia Selatan, dan beberapa pulau di Asia Tenggara.

Sedangkan piton adalah ular tidak berbisa dari famili Pythonidae. Mereka tersebar di Asia, Afrika, dan Australia. Karena mereka bukan satwa endemik Amerika Utara atau Selatan, ular piton dianggap sebagai ular Dunia Lama (Old World).

Penampilan fisik

Satu cara cepat dan mudah untuk membedakan ular kobra dan piton adalah dengan melihat penampilannya. Ular piton cenderung lebih panjang, lebih tebal, dan lebih berwarna dibandingkan ular kobra, seringkali piton juga memiliki pola rumit seperti bintik atau pita. Pola ular piton mirip dengan jerapah, sedangkan ular kobra cenderung berwarna lebih gelap dan berpola chevron di bagian belakang lehernya.

Menurut Guinness Book of World Records, ular piton terpanjang yang pernah tercatat adalah ular piton batik yang mencapai 7,7 m. Sebagai perbandingan, ular kobra terbesar yang pernah ditemukan memiliki panjang 5,8 m. Salah satu ciri khas kobra adalah tudung fleksibelnya, yang mereka lebarkan untuk menakut-nakuti predator atau mengintimidasi lawan. Tudung khas ini tidak ditemukan pada spesies ular piton mana pun.

Kecepatan

King Cobra adalah salah satu ular tercepat di dunia, kecepatannya mencapai 19,3 km per jam. Tapi itu hanya kecepatan ketika melata. King Cobra juga dianggap sebagai salah satu ular paling mematikan di dunia karena kecepatan racunnya menyerang mangsanya. Sekali digigit, manusia hanya punya waktu sekitar 30 menit untuk hidup. Jika diberi cukup waktu, racun ini bahkan bisa membunuh seekor gajah jantan dewasa.

Sebaliknya, ular piton tidak cepat sama sekali. Karena berburu dengan menyergap, menunggu di pepohonan dan semak-semak untuk mencari mangsa yang lengah, ular ini tidak perlu bergerak cepat. Hasilnya, kecepatan tertingginya hanya 1,6 km per jam. Meski jauh lebih lambat dari ular kobra, namun jika Anda terpojok oleh ular besar di hutan, tetap tidak kalah mematikan.

Ular Kobra dan Piton: 5 Fakta Menarik

Kemampuan menyerang

Ular kobra membunuh mangsanya dengan racun kuat yang disuntikkan langsung ke aliran darah melalui taringnya yang berfungsi seperti jarum suntik. Sebagai pertahanan diri, beberapa ular kobra juga dapat meludahkan racunnya ke mata penyerangnya, yang dapat menyebabkan rasa sakit luar biasa,bahkan kebutaan.

Ular piton punya pendekatan berbeda. Mereka lebih suka berbaring menunggu, menggunakan warna dan coraknya sebagai kamuflase untuk membantu mereka berbaur dengan lingkungan sekitarnya. Saat hewan mangsa lewat, mereka dengan cepat keluar dari tempat persembunyiannya dan melingkarkan tubuhnya di sekeliling mangsa, perlahan-lahan meremas hingga udara dari paru-paru mangsanya habis dan mati sesak napas.

Piton adalah ular tidak berbisa dari famili Pythonidae

Dalam hubungannya dengan manusia, baik ular kobra maupun ular piton sama-sama mematikan, tetapi dengan cara dan alasan yang sangat berbeda. Jika seekor ular kobra menggigit Anda, biasanya itu untuk membela diri. Meski begitu, gigitan ular kobra bisa mematikan – menyebabkan gagal jantung dan kelumpuhan paru-paru dalam hitungan menit. Ular piton tidak punya racun, tapi bisa lebih mematikan daripada ular kobra. Ular piton adalah salah satu dari sedikit hewan yang diketahui memangsa manusia, khususnya di daerah pedesaan terpencil, di mana ular dapat tumbuh besar dan tanpa disadari menangkap manusia yang berkeliaran.

Peran dalam ekosistem

Baik ular kobra maupun ular piton adalah pemburu urutan menengah, sehingga mereka berperan penting dalam rantai makanan masing-masing. Kedua ular ini memangsa berbagai spesies, terutama hewan pengerat, membantu mengendalikan populasi mereka. Sebaliknya, mereka juga bisa dimangsa hewan lain. Hal ini memberi mereka peran ganda dalam ekosistem, baik sebagai predator maupun mangsa.

Keanekaragaman hayati RER

Ular piton dan kobra termasuk di antara 106 reptil dan amfibi yang teridentifikasi di RER pada tahun 2023, salah satunya – King Cobra – dianggap Rentan atau Vulnerable (VU) dalam daftar merah Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN). Secara total, kami telah mengamati empat spesies Elapidae dan dua spesies Pythonidae di RER. Beberapa jenis ular kobra yang terlihat di RER antara lain ular berkepala merah (Bungarus flaviceps), ular karang biru (Calliophis bivirgata), ular kobra Sumatra (Naja sumatrana), dan King Cobra (Ophiophagus hannah). RER juga merupakan rumah bagi ular sanca batik (Malayopython reticulatus) dan ular piton merah ekor pendek (Python brongersmai).

RER juga merupakan rumah ular kobra berkepala merah (Bungarus flaviceps)

Ular piton dan kobra adalah hewan yang mematikan namun juga cantik. Dengan kombinasi ukuran, kecepatan, racun, dan kekuatan melumpuhkan, keduanya berpotensi berbahaya bagi manusia. Namun, perlu diingat bahwa sebagian besar ular lebih memilih menghindari daripada melawan manusia. Kobra hanya akan menyerang saat terancam, dan hanya ular piton terbesar yang akan memangsa manusia – serangan terhadap manusia pun sangat jarang terjadi. Sebagai perbandingan, manusia adalah ancaman nomor satu bagi semua spesies ular, serta bertanggung jawab atas hilangnya habitat, pemangsaan, penangkapan, dan pembunuhan ular untuk diambil kulitnya.

Di RER, ular piton dan kobra bisa hidup dengan damai. Dikelilingi hutan lahan gambut alami yang luasnya kira-kira dua kali luas Singapura, hewan-hewan ini dapat terus menjaga ekosistem, seperti yang telah mereka lakukan selama jutaan tahun.

RER 2023 Progress Report