Februari 25, 2025

Capung dan Capung Jarum di RER: Konservasi Serangga Terbang Tertua di Dunia

Capung (dragonfly) dan capung jarum (damselfly) adalah salah satu hewan tertua yang masih ada di dunia. Fosil tertua dari spesies ini ditemukan berusia lebih dari 319 juta tahun. Mereka kemungkinan sudah ada sebelum dinosaurus, dan kini mereka masih ditemukan di sungai, kolam, dan lahan basah di seluruh belahan dunia.

Dalam artikel ini, kita akan melihat perbedaan antara capung dan capung jarum, serta bagaimana upaya konservasi di Restorasi Ekosistem Riau (RER) membantu meningkatkan pemahaman kita. Yuk, simak perjalanan serangga terbang tertua di dunia ini dan perannya dalam ekosistem kita.

Taksonomi dan Etimologi

Capung dan capung jarum memiliki kekerabatan dekat. Keduanya termasuk dalam ordo Odonata, yaitu kelompok serangga terbang yang mencakup lebih dari 5.000 spesies. Mayoritas dari spesies tersebut berjenis capung (dragonfly). Odonata sendiri merupakan subgrup dari Odonatoptera. Studi ilmiah tentang Odonata disebut odonatology.

Istilah Odonata diambil dari kata Yunani kuno yang berarti ‘gigi’, yang mengacu pada perilaku capung saat berburu. Penyebutan modern ‘dragonfly’ seharusnya secara teknis hanya digunakan untuk kelompok Anisoptera, tetapi sering digunakan sebagai istilah umum untuk berbagai jenis Odonata. Untuk menghindari kebingungan, para ahli dan penggiat capung menggunakan istilah ‘true dragonfly’ atau ‘anisopteran’. Warriorfly juga pernah diusulkan sebagai istilah alternatif.

Capung: Brachygonia ophelia

Perbedaan Fisik

Selain namanya, cara lain untuk membedakan capung dan capung jarum adalah bentuk tubuh mereka. Capung biasanya memiliki tubuh yang lebih panjang dan tebal, sementara capung jarum lebih ramping. Capung juga memiliki mata yang lebih besar dibandingkan capung jarum. Mata capung adalah organ yang sangat kompleks, dengan banyak lensa dan hampir menutupi seluruh kepalanya. Sebaliknya, mata capung jarum lebih kecil, sederhana, dan jaraknya berjauhan antara satu dengan yang lain.

Perbedaan utama lainnya terletak pada sayap. Capung memiliki sepasang sayap, dengan sayap belakang yang melebar di bagian pangkalnya, yaitu tempat sayap menempel pada tubuh capung. Sementara itu, sayap capung jarum lebih ramping dan meruncing di bagian pangkal. Seperti kupu-kupu dan ngengat, kita bisa membedakan capung dan capung jarum dari posisi sayap mereka saat tidak terbang. Saat capung tidak terbang, posisi sayapnya tegak lurus dengan tubuh, seperti sayap pesawat terbang. Sedangkan sayap capung jarum dilipat sejajar dengan tubuh, membuatnya terlihat lebih ramping saat tidak terbang.

Semua Odonata bersifat karnivora dan hampir sepenuhnya memakan serangga, meskipun beberapa capung jarum juga mengisap nektar. Baik capung maupun capung jarum menghabiskan bagian awal hidup mereka sebagai larva akuatik yang disebut naiads atau nimfa, yang memangsa hewan-hewan kecil di kolam, sungai, dan saluran air. Selama tahap larva, mereka akan makan hampir apa saja yang dapat mereka tangkap, termasuk ikan kecil, kecebong, dan terkadang bahkan salamander.

Capung jarum: Agriocnemis minima

Peran dalam Ekosistem: Predator, Penyerbuk, dan Mangsa

Capung jarum berperan penting sebagai pengendali alami, karena mereka memakan serangga kecil seperti nyamuk, lalat, dan laba-laba. Hal tersebut membantu menjaga keseimbangan jumlah serangga. Di sisi lain, capung jarum juga menjadi makanan bagi burung, kelelawar, dan predator lainnya.

Capung dan capung jarum menghabiskan sebagian besar hidup mereka sebagai larva di air. Untuk itu, mereka membutuhkan kualitas air yang baik yang dapat mendukung banyak spesies mangsa untuk dimakan. Kehadiran capung dan capung jarum juga menjadi indikator yang baik untuk kesehatan ekosistem di habitat air, karena adanya kedua spesies ini menandakan bahwa air di area tersebut bersih, sehat, dan tidak tercemar.

RER Menyambut Peneliti Odonata untuk Riset Capung dan Capung Jarum

Pada awal 2020, RER bekerja sama dengan Dr. Rory Dow, ahli spesies Odonata dan anggota IUCN Odonata Specialist Group, untuk melakukan survei pertama dari empat survei yang direncanakan. Dalam survei pertama ini, ditemukan 57 spesies capung dan capung jarum di RER, termasuk satu spesies yang terancam punah (EN) dan satu lagi yang rentan (VU) menurut Daftar Merah IUCN.

Dari 57 spesies yang tercatat dalam survei awal Dr. Rory Dow, empat spesies ditemukan untuk pertama kalinya di Sumatra, sembilan spesies baru ditemukan di Provinsi Riau, dan satu spesies Amphicnemis bebar tercatat pertama kali di Indonesia. Survei berikutnya pada 2023 menemukan 100 spesies, dengan 39 di antaranya merupakan baru di Riau dan dua spesies lain di antaranya juga tergolong baru untuk ilmu pengetahuan. Selain itu, ditemukan juga 49 spesies yang bergantung pada hutan, sehingga menekankan pentingnya upaya restorasi dan perlindungan yang berkelanjutan di wilayah tersebut.

Babak Baru dalam Konservasi Odonata

Hasil survei ini menunjukkan keanekaragaman Odonata yang kaya yang saat ini hidup di RER, sekaligus membuktikan bahwa habitat ini dalam kondisi sehat. Survei lanjutan direncanakan untuk tahun-tahun mendatang, karena RER terus bekerja sama dengan para ahli global untuk memperluas pemahaman tentang spesies dan peran mereka dalam ekosistem hutan gambut di Riau, Indonesia.

Dengan mempelajari capung dan capung jarum di RER, kita membantu mengungkap bagaimana hewan-hewan ini berinteraksi dan mendukung keseimbangan ekologi habitat mereka. Mendokumentasikan spesies dan perilaku mereka juga membantu kita memahami kebutuhan mereka dan merancang strategi konservasi yang tepat. Pengetahuan ini pada akhirnya akan memastikan bahwa capung dan capung jarum, yang telah hidup di lahan basah di berbagai belahan dunia selama ratusan juta tahun, akan terus berlanjut di masa depan.

Laporan Kemajuan RER 2023