Maret 23, 2023

6 Spesies Satwa Liar yang dapat ditemukan di Lahan Basah

Suatu jenis ekosistem yang begitu berharga mengalami degradasi dengan kecepatan tiga kali lipat lebih buruk dari degradasi hutan, namun tak banyak yang menyadari hal ini: lahan basah. Lahan basah memainkan pernah penting dalam menyerap karbon dioksida dari atmosfer dan menjaga keanekaragaman hayati, namun peran vital dan keindahannya sering kali diabaikan.

Lahan basah adalah daerah di mana air tawar, payau atau asin merupakan faktor utama yang mengendalikan lingkungan dan kehidupan tanaman dan hewan di dalamnya. Tidak hanya ikan, lahan basah menampung beragam spesies tumbuhan dan hewan, menjadikannya salah satu ekosistem yang paling kaya secara ekologis di Bumi. Setiap spesies yang menjadikan lahan basah sebagai rumah telah beradaptasi khusus terhadap kondisi di sana, menjadikan banyak dari mereka terkenal dengan keunikan visual maupun perilakunya.

Mari berkenalan dengan beberapa dari mereka.

Kucing tandang (Prionailurus planiceps)

Kucing tandang, spesies asli Indonesia, Malaysia, Brunei, dan Thailand, adalah salah satu spesies kucing yang paling jarang dipelajari dan terancam punah di dunia, dengan populasi tersisa sekitar 2.500 ekor. Sejak 2008, International Union for the Conservation of Nature (IUCN) telah mengklasifikasikannya sebagai spesies yang Terancam (EN).

Kucing tandang lebih suka hidup di hutan tropis dataran rendah yang dekat dengan sumber air, termasuk lahan basah. Di area konsesi kami, 11 penampakan spesies ini semuanya terekam di dekat sungai atau kanal drainase lama yang masih menampung air. Kucing ini juga sering mengunjungi kolam bekas banjir alami untuk mencari ikan yang terperangkap.

Kucing tandang (Prionailurus planiceps) diklasifikasikan sebagai Terancam Punah oleh IUCN

Kucing tandang adalah salah satu dari empat spesies kucing yang tidak dapat menarik cakarnya, membuatnya sangat istimewa. Jari-jari kaki mereka berselaput, menyerupai Kucing bakau, yang memiliki cakar dan jari kaki untuk hidup di lingkungan berawa yang licin.

Karakteristik unik kucing tandang termasuk bentuk tengkorak yang datar-pendek ke arah ujung hidungnya, dan jarak yang lebar antara mata dan telinganya yang bulat. Telinga kucing tandang yang bulat dan kecil merupakan adaptasi untuk hidup di lingkungan akuatik.

Musang air (Cynogale bennettii)

Musang air adalah spesies viverrid semiaquatic yang ditemukan di daerah tropis Thailand, Malaysia, Indonesia, dan Brunei Darussalam. Populasinya telah menurun lebih dari 50% hanya dalam 15 tahun, yang menyebabkannya terdaftar dengan status Terancam Punah akibat degradasi habitatnya.

Musang Air (Cynogale bennettii) mempunyai moncong yang panjang dan kumis

Mulut musang air yang besar, kaki berselaput, telapak kaki tak tertutup bulu dan cakar yang panjang hanyalah beberapa dari adaptasi fisiknya terhadap habitat lahan basah. Secara tidak langsung, musang air menyerupai musang gunung (Diplogale hosei) dalam banyak aspek, perbedaan terdapat pada ekornya yang lebih pendek dan bagian perut musang air yang tidak berwarna putih layaknya musang gunung.

Musang air aktif di malam hari dan sangat bergantung pada mangsa air seperti ikan, kepiting, dan moluska air tawar untuk diburu. Selain memakan buah dan burung, ia juga bisa memanjat pohon. Karena kelangkaan spesies ini, informasi tentangnya sangat terbatas.

Bangau hutan rawa (Ciconia stormi)

Bangau hutan rawa adalah salah satu spesies bangau paling langka. Spesies ini sangat sulit ditangkap dan habitat yang disukainya adalah pinggiran sungai dan air yang keruh, tempat ia dapat berburu dengan tenang. Bangau hutan rawa kebanyakan mengkonsumsi amfibi, serangga larva air, dan ikan kecil.

Bangau hutan rawa (Ciconia stormi) merupakan yang terkecil di antara bangau

Bangau hutan rawa, tidak seperti spesies bangau lainnya, akan meninggalkan sumber air untuk mengais binatang kecil di jalur hutan. Mereka adalah yang terkecil di antara bangau, memberi mereka kelincahan untuk melarikan diri dari pemangsa.

IUCN telah mengklasifikasikan Bangau hutan rawa dengan status Terancam (EN) sejak tahun 1994. Jenis bangau ini juga resmi dilindungi undang-undang di Indonesia.

Empuloh paruh-kait (Setornis criniger)

Burung ini adalah spesies yang sangat terlokalisasi yang dapat ditemukan hampir secara eksklusif di hutan kerangas dan rawa gambut di dataran rendah Kalimantan dan Sumatra. Sebagai spesies burung penyanyi dalam keluarga bulbul, ia mengeluarkan sejumlah teriakan omelan yang keras, termasuk “jyaw, jyaw” yang sengau dan derak yang cepat dan lebih serak.

Empuloh paruh-kait (Setornis criniger) membuat sejumlah teriakan omelan yang keras

Selain Semenanjung Kampar, penampakan spesies ini telah dicatat di lokasi-lokasi berikut yang dapat Anda kunjungi jika Empuloh paruh-kait ada dalam daftar pengamatan burung Anda selanjutnya:

Kura-kura byuku (Orlitia borneensis)

Dengan panjang karapas hingga 60 sentimeter dan berat maksimum 18 kilogram, kura-kura byuku adalah salah satu kura-kura air tawar dan air payau terbesar di Asia. Mereka hanya keluar dari air untuk bertelur karena mereka diperkirakan bertelur di bagian lahan gambut yang lebih kering dan lebih tinggi, mungkin di gundukan yang terbuat dari serasah daun di bawah pohon meranti, sebagaimana ditemukan tukik di sistem sungai Semenanjung Kampar yang cukup mengejutkan.

Kura-kura byuku (Orlitia borneensis) diklasifikasikan sebagai Terancam Krisis oleh IUCN

Populasi kura-kura byuku semakin menurun di seluruh dunia, membuat mereka berstatus Terancam Kritis dari IUCN. Perburuan manusia diakui sebagai faktor penyebab berkurangnya jumlah mereka. Spesies ini dimakan di masa lalu karena bisa diawetkan untuk waktu yang lama. Namun berburu kura-kura byuku bukanlah hal yang mudah pada masa itu. Penduduk setempat biasa memburu mereka dengan memancing kail dengan daging babi hutan, yang mengharuskan mereka menangkap babi hutan terlebih dahulu.

Karena sifat piscivor kura-kura byuku, banyak spesies yang tenggelam saat mencoba memangsa ikan yang tertangkap di jaring nelayan. Jagawana RER berusaha meyakinkan masyarakat untuk tidak memburu mereka demi menjaga kelangsungan hidup kura-kura byuku. Anggota tim dari RER juga berkolaborasi dengan nelayan untuk membebaskan kura-kura yang tersangkut jaring dan alat tangkap lainnya.

Odonata

Ordo Odonata mencakup beragam serangga seperti capung dan capung jarum. Mereka merupakan salah satu anggota populasi lahan basah karena mereka bertelur di air. Larva berkembang menjadi predator air yang ganas, memangsa invertebrata seperti copepoda dan larva serangga air lainnya, kemudian kecebong, dan akhirnya ikan kecil.

Odonata sebagai bioindikator kualitas lingkungan

Odonata adalah tanda ekosistem yang sehat. Baik larva maupun spesies dewasa, yang merupakan predator esensial untuk mengendalikan banyak hama serangga termasuk nyamuk, lalat, dipteran, dll. Mereka membutuhkan lingkungan perairan berkualitas tinggi dengan makanan berlimpah untuk bertahan hidup.

Oleh karena itu, RER melakukan survei berkelanjutan tentang keanekaragaman Odonata dengan bantuan spesialis dari kelompok spesialis IUCN Odonata, dan temuan terbaru menunjukkan bahwa Semenanjung Kampar adalah rumah bagi tiga spesies capung, salah satunya dikategorikan sebagai Rentan, Ictinogomphus acutus, dan dua di antaranya tergolong Terancam.

Laporan Kemajuan RER 2023