RER meluncurkan ‘RER Special Report’ yang berisikan kisah-kisah lapangan RER selama satu dekade. Laporan tersebut berisikan komitmen RER terhadap perlindungan, restorasi, dan manajemen aktif hutan di Riau dalam skala besar selama 10 tahun. Selain itu, survei dasar Odonata (capung dan capung jarum) telah selesai dilaksanakan oleh Dr. Rory Dow, pakar spesies Odonata tropis dan anggota IUCN Odonata Specialist Group, dengan total 100 spesies odonata di Semenanjung Kampar.
Eco-Research Camp menjadi tuan rumah bagi lebih dari 40 kelompok nasional dan internasional yang tertarik untuk mempelajari lebih lanjut tentang program RER. Baik peneliti nasional maupun internasional yang belajar di luar negeri mendapatkan manfaat dari fasilitas Lab Gambut; seorang mahasiswa PhD dari Kent University, Inggris melakukan kajian tren populasi mamalia di lanskap yang dimodifikasi oleh manusia, sementara seorang mahasiswa Master dari Wageningen University, Belanda membandingkan berbagai teknik restorasi. Empat mahasiswa S2 dari University of British Columbia, Kanada mendokumentasikan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial para nelayan di sungai Serkap.
Dengan selesainya survei dasar keanekaragaman hayati dan stok karbon yang dilakukan FFI di PT GAN di Semenanjung Kampar, pemantauan berkelanjutan terhadap keanekaragaman hayati melalui kamera jebak dan survei lapangan oleh RER, total fauna dan flora yang terdokumentasi menjadi 843 spesies. Jumlah ini meningkat sebanyak 138 spesies sejak tahun 2016, terdiri dari 5 mamalia, 5 amfibi/reptil, 20 burung, 50 tumbuhan dan 58 spesies Odonata.
RER membangun helipad terapung dan pos jaga di Tasik Tengah, sebuah danau seluas 7 hektar yang terletak di tengah Semenanjung Kampar untuk meningkatkan perlindungan hutan dan menyediakan fasilitas yang aman dan nyaman bagi staf RER, peneliti, dan tamu perusahaan untuk menikmati pengalaman langsung di lokasi terpencil di hutan gambut.
Proyek Karbon RER telah divalidasi dan didaftarkan di bawah program VERRA (Verified Carbon Standard/VCS) dengan perkiraan mampu menghindari lebih dari 384 juta ton emisi CO2e selama 57 tahun, dan berpotensi menjadi salah satu proyek penghindaran emisi karbon terbesar di dunia yang menerapkan metodologi REDD+.
Frontier Sumatra, sebuah film dokumenter yang bercerita tentang program RER, ditayangkan perdana di Discovery Asia pada bulan September 2021. Perencanaan awal dan produksi film dokumenter ini dimulai pada tahun 2018, dilanjutkan dengan proses pembuatan film intensif selama satu bulan pada bulan Februari 2020. Frontier Sumatra menceritakan kehidupan sehari-hari dan tantangan yang dihadapi oleh jagawana dan staf RER dalam melindungi, mengkaji, merestorasi, dan mengelola hutan gambut, satwa liar, dan masyarakat yang penghidupannya bergantung pada ekosistem ini dan menyampaikan pesan bahwa perusahaan pulp dan kertas dapat berproduksi dari suatu lanskap sekaligus melindungi lanskap tersebut
Setelah 3 tahun perencanaan dan 1,5 tahun konstruksi, Eco-Research Camp selesai dibangun. Kamp ini menjadi pusat operasional dan kantor lapangan untuk program RER, termasuk fasilitas akomodasi bagi 48 orang staf dan 14 orang pengunjung – menyediakan tempat bagi para ilmuan dan pemangku kepentingan perusahaan akses ke hutan gambut tropis yang terpencil di Semenanjung Kampar dan memahami tentang pendekatan lanskap produksi-proteksi APRIL.
Pada bulan Desember, tim RER mendukung Pemerintah Indonesia dalam pelepasliaran Corina, seekor harimau sumatera betina yang terancam punah di Semenanjung Kampar dan berhasil melacak pergerakan dan perilakunya selama 5 bulan menggunakan kalung GPS.
RER berkolaborasi dengan IUCN Odonata Specialist Group melakukan survei pertama di Semenanjung Kampar untuk melihat capung dan capung jarum. Hasilnya, teridentifikasi 28 spesies Odonata, yang beberapa diantaranya merupakan spesies yang baru pertama kali diidentifikasi di Riau.
Untuk mendukung Survei Harimau Sumatera ke-2 yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, RER berkolaborasi dengan SINTAS (Save the Indonesian Nature and Threatened Species) untuk melakukan survei lapangan pertama mengenai keberadaan harimau Sumatera di Semenanjung Kampar. Hasil dari survei di kawasan seluas 517.500 ha menunjukkan bahwa Semenanjung Kampar memiliki probabilitas kehadiran harimau tertinggi dibandingkan dengan lima lanskap prioritas lainnya di Sumatera.
Dalam 2,5 bulan terakhir tahun 2019, tercatat ada empat ekor kucing kepala datar, yang merupakan spesialis lahan basah, di tiga dari empat konsesi RER di Semenanjung Kampar.
RER memulai kegiatan restorasi hutan terdegradasi seluas 58,2 ha, yang merupakan pencapaian terbesar hingga saat ini, bahkan hampir dua kali lipat dari pencapaian empat tahun sebelumnya. Capaian tahun 2018 terdiri dari penanaman seluas 28,3 ha dan pengayaan seluas 29,9 ha.
Ada 30 bendungan berhasil dibangun untuk menutup 13 sistem kanal sepanjang 38,1 km. Hingga saat ini, RER telah mencapai 38% dari target menutup 21 sistem kanal sepanjang 65,4 km.
RER mempekerjakan 69 karyawan dan 70 jagawana dengan 80% di antaranya berasal dari masyarakat lokal dan/atau provinsi Riau. Program RER mendukung lebih dari 20 keluarga yang bergantung pada hasil tangkapan ikan di Sungai Serkap, bekerjasama dengan Kelompok Nelayan tersebut guna memastikan penangkapan ikan yang berkelanjutan. Selain itu, RER juga mencatat hasil yang signifikan dari penjualan Madu Hutan Riau, produk madu alami yang dikumpulkan oleh petani madu yang memanjat pohon setinggi 30-40 meter di atas permukaan hutan untuk memanen hasil alam ini.
Pemantauan dan restorasi keanekaragaman hayati RER terus berlanjut dengan menggunakan kamera jebak dan untuk pertama kalinya RER berpartisipasi dalam Sensus Burung Air Asia (AWC) dan berhasil mencatat 200 individu yang terdiri dari tujuh spesies burung air berbeda.
RER juga membangun 17 bendungan untuk menutup saluran drainase lama guna menjaga kelembapan tanah gambut dan meminimalkan penurunan permukaan gambut selama musim kemarau.
FFI menyelesaikan studi dasar keanekaragaman hayati di lahan seluas 92.500 ha yang memberikan informasi bagi RER untuk menerbitkan Laporan Keanekaragaman Hayati Semenanjung Kampar, yang menjelaskan 524 tumbuhan dan hewan yang diidentifikasi di dalam konsesi RER.
BIDARA memulai program “Pengelolaan Lahan Tanpa Bakar” dengan kelompok petani lokal yang dibentuk pada tahun 2015, dengan fokus pada teknik pertanian organik dan peternakan di Semenanjung Kampar.
Area konsesi RER diperluas dengan tiga izin restorasi ekosistem tambahan (PT Sinar Mutiara Nusantara, PT The Best One Unitimber, PT Global Alam Nusantara) di Semenanjung Kampar hingga total luasan mencapai 150.000 ha, sehingga melengkapi zona perlindungan inti di Semenanjung Kampar dan kubah gambut Pulau Padang yang terisolasi dari ancaman hutan lewat pendekatan model ‘Ring Plantations’ (penanaman melingkar) pengelolaan perkebunan terpadu.
Kegiatan RER dimulai dengan melindungi hutan dari potensi degradasi baru dan melakukan penilaian dasar yang mengikuti pendekatan Nilai Konservasi Tinggi dan Standar Masyarakat, Iklim dan Keanekaragaman Hayati yang menghasilkan manfaat positif bagi mitigasi perubahan iklim bagi masyarakat lokal dan keanekaragaman hayati.
Mitra RER Fauna & Flora International (FFI) dan BIDARA juga memulai pekerjaan di lapangan. FFI memasang 225 kamera jebak di Semenanjung Kampar untuk menginventarisasi fauna yang hidup di lanskap gambut; mengukur kedalaman gambut dan biomassa di atas permukaan tanah serta mendokumentasikan etnis dan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Kegiatan restorasi dimulai dengan uji coba beberapa teknik pembangunan bendungan untuk menutup saluran drainase lama dan menanam bibit pohon anakan alam di lahan yang terdegradasi parah seluas 8,9 ha di Semenanjung Kampar.
Pada COP 21 UNFCCC di Paris, Anderson Tanoto, Managing Director RGE, mengumumkan bahwa Grup APRIL akan menginvestasikan US$100 juta untuk upaya konservasi dan restorasi, termasuk RER, selama 10 tahun ke depan.
Peluncuran inisiatif RER, dengan dua izin Restorasi Ekosistem milik APRIL (PT Gemilang Citra Nusantara) di Semenanjung Kampar dan Pulau Padang, merupakan tonggak penting dalam mendukung upaya Indonesia mengatasi deforestasi, melestarikan keanekaragaman hayati, memulihkan ekosistem yang terdegradasi, dan mendorong pembangunan berkelanjutan melalui pendekatan lanskap produksi-proteksi.