Penyusunan strategi pengelolaan Semenanjung Kampar secara berkelanjutan dan dalam jangka panjang memerlukan adanya pengukuran yang terperinci serta pemahaman atas keanekaragaman hayati yang ada di lokasi tersebut.
RER saat ini mengelola sembilan tempat pembibitan pohon anakan alam, yang terdiri dari tujuh tempat pembibitan di Semenanjung Kampar dan dua tempat pembibitan di Pulau Padang. Semenanjung Kampar dan Pulau Padang masing-masing memiliki satu tempat pembibitan pusat (central nursery) dan beberapa tempat pembibitan transit (satelite nursery). Tempat pembibitan terbesar berada di Semenanjung Kampar; dengan luas 175m2, pembibitan ini dapat menampung hingga 25.000 bibit. Setiap tahunnya, tempat pembibitan anakan alam RER mampu memproduksi lebih dari 13.000 bibit. Bibit baru yang dihasilkan persemaian tersebut berasal dari hutan alam yang ada di sekitarnya baik melalui bibit anakan alam cabutan dari lantai hutan, benih/biji yang jatuh dari pohon, dan bibit hasil stek tanaman yang diambil secara selektif dan hati-hati dari pohon dewasa.
Penggunaan bibit anakan alam cabutan mencakup pemindahan bibit secara hati-hati dari tanah tempat asalnya di hutan, dan menempatkannya dalam kantong tanam yang telah diisi tanah untuk kemudian dirawat di persemaian. Bibit tersebut diambil dari lokasi hutan yang memang punya banyak bibit, dengan maksud agar bibit tersebut dapat ditanam di lokasi lain yang hanya memiliki sedikit pohon. Pengumpulan benih/biji dari pohon tergantung pada produksi benih/biji pada aneka jenis pohon, yang sifatnya musiman, sporadis, dan bervariasi tiap tahun.
Penggunaan stek lebih mudah dibandingkan dengan biji/benih, dan stek tanaman ini dapat mereplikasi sifat tanaman yang diinginkan, seperti misalnya kecepatan tumbuh dan bentuk tanaman pada beberapa jenis pohon. Bibit anakan alam cabutan dan bibit stek merupakan sumber bibit yang paling umum digunakan di RER. Pengumpulan bibit merupakan proses yang terus-menerus dijalankan oleh tim persemaian, karena bibit yang dipindahkan kerap mati karena kaget saat dipindahkan, kerusakan akar, gangguan serangga, atau infeksi.
Bibit tetap berada di persemaian sekitar satu tahun guna memastikan agar akar, batang, dan daunnya sudah kuat dan ‘siap tanam’ antara 12-18 bulan kemudian.
Restorasi (pemulihan) hutan dapat dilakukan dengan melakukan regenerasi pohon secara alami melalui pasif atau aktif regenerasi. Apabila kondisi ekologi mendukung, regenerasi alami merupakan pendekatan yang paling hemat biaya dalam memulihkan keanekaragaman hayati, proses ekologi, dan/atau jasa lingkungan.
Secara umum, ekosistem tropis dapat memulihkan dirinya sendiri dengan cepat tanpa intervensi manusia dan/atau tanpa adanya gangguan baru seperti pembalakan liar, pembukaan lahan, atau kebakaran. Regenerasi aktif mensyaratkan adanya penanaman bibit yang telah dibesarkan di tempat persemaian, penanaman benih langsung, dan/atau manipulasi terhadap gangguan yang muncul guna mempercepat proses pemulihan, dan hal-hal ini kerap memakan biaya yang tidak sedikit.
RER menggunakan gabungan dari berbagai teknik regenerasi tersebut karena upaya ini esensial demi memperoleh kumpulan spesies yang lebih kaya dalam bentang alam. Namun demikian, kebanyakan regenerasi merupakan regenerasi alami karena padatnya tutupan hutan yang ada (sekitar 99%).
RER juga menerapkan pendekatan pengelolaan yang adaptif, yaitu dengan terlebih dahulu melakukan penilaian tahunan atas kondisi tiap blok area kerja serta memperhatikan berbagai faktor manusia dan faktor lingkungan sebelum kegiatan pengelolaan dilakukan.
Regenerasi aktif digunakan apabila telah terjadi gangguan manusia yang relative baru dan/atau apabila regenerasi alami tidak terjadi secara memadai. Target RER melakukan regenerasi aktif ialah mencapai 400 pohon per hektar dengan jarak 5×5 meter. Enam bulan setelah penanaman, dilakukan pengecekan terhadap bibit yang ditanam, dan bibit yang mati akan diganti.