Mei 15, 2020
Mari kita berkenalan dengan Kucing Tandang (Prionailurus planiceps). Seperti kucing lainnya, satwa ini masuk dalam famili Felidae.
Sebagai satwa asli di Indonesia, Malaysia, Brunei, dan dahulu Thailand, Kucing Tandang merupakan spesies kucing di dunia yang tidak banyak diketahui dan sangat terancam punah, dengan tidak lebih dari 2.500 ekor kucing tandang dewasa di dunia. Satwa ini oleh IUCN (International Union for Conservation of Nature) digolongkan sebagai spesies Terancam (EN) sejak 2008.
Kucing Tandang merupakan salah satu dari 13 spesies yang terancam di tingkat global dengan status EN yang telah teridentifikasi di kawasan Restorasi Ekosistem Riau (RER) area.
Kucing Tandang adalah salah satu dari enam spesies kucing yang dapat dijumpai di Sumatra. Pada kuartal terakhir tahun 2019, tim RER berhasil mencatat keberadaan empat ekor Kucing Tandang di tiga dari empat area konsesi, memastikan bahwa spesies ini memang ada dan tersebar relatif luas di kawasan RER.
Jenis kucing ini cenderung menyukai lahan basah dan hutan tropis di dataran rendah, dekat dengan badan air tempatnya menghabiskan waktu (tidak seperti jenis kucing berukuran kecil lainnya). Sebanyak 11 catatan/rekaman oleh RER tentang spesies ini semuanya menunjukkan keberadaan satwa ini dekat dengan badan air di area konsesi kami, dekat sistem sungai atau dekat kanal drainase tua yang masih menyimpan air. Kucing ini juga mendatangi kolam genangan yang terbentuk setelah banjir surut untuk menangkap ikan yang terjebak di sana.
Sebagai spesies kucing yang paling kurang dipahami, Kucing Tandang berukuran serupa dengan kucing rumahan. Bobot tubuhnya mencapai 1,5 s.d. 2,5 kg, dengan panjang 41 s.d. 50 cm dan ekor yang pendek, hanya 13 s.d. 15 cm.
Di kalangan kucing, satwa ini unik karena merupakan salah satu dari empat jenis kucing yang tidak bisa menarik cakarnya masuk ke dalam. Hal ini serupa dengan spesies kucing bakau, dan hal ini menunjukkan bahwa cakar mereka memang sudah beradaptasi untuk menunjang hidup di daerah lahan basah yang licin. Kucing Tandang dapat dengan mudah dibedakan dari kepalanya yang datar-pendek ke arah hidung dan moncongnya. Jarak antara mata dan telinganya yang cenderung bulat relatif jauh. Telinganya kecil dan bundar, yang mungkin juga merupakan bentuk adaptasinya dengan kehidupan akuatik.
Warna bulu di wajah Kucing Tandang lebih terang dibandingkan warna bulu tubuhnya, dengan moncong dan dagu berwarna putih. Kucing tandang juga memiliki dua garis putih mencolok antara kedua matanya yang mengarah ke bagian sisi hidung.
Bulu/rambut kucing ini berwarna cokelat kemerahan di bagian atas kepala, coklat gelap di bagian tubuh, dan bintik putih di bagian bawah perut.
Rahang kucing tandang relatif kuat dan dengan gigi taring yang panjang untuk menangkap dan menggigit mangsa bertubuh licin yang hidup di air. Sebagai satwa karnivora, makanan kucing tandang kebanyakan adalah ikan, meskipun satwa ini juga berburu katak dan krustasea (binatang air berkulit keras).
Kucing tandang juga berbeda dari kucing lain karena telapak kakinya memiliki selaput di antara jari-jarinya, yang menyokong kegemarannya berburu di air. Satwa ini juga sering disamakan dengan rakun karena keduanya terlebih dahulu mencuci makanannya di air sebelum dikonsumsi.
Satwa ini hidup soliter/menyendiri dan bersifat teritorial, meninggalkan jejak bau dengan cara mengencingi tanah.
Dalam hal reproduksi, masa kehamilan satwa ini ialah sekitar dua bulan. Dalam penangkaran, kucing tandang diketahui memiliki satu hingga empat anak kucing per sekali melahirkan (seperinduan).
Kucing Tandang masuk dalam daftar Appendix I yang dikeluarkan oleh CITES. Satwa ini sepenuhnya dilindungi oleh aturan hukum yang berlaku nasional, dan terdapat larangan melakukan perburuan serta perdagangan spesies satwa ini di Indonesia, Malaysia, dan Thailand.
Meski ancaman terbesar satwa ini ialah hilangnya habitat akibat hutan yang rusak atau hancur, terdapat juga ancaman dari manusia yang memasang jebakan, jerat, dan racun.