November 30, 2021
Pengelolaan perikanan yang baik adalah salah satu aspek penting dalam pembangunan berkelanjutan. Perikanan darat yang berkelanjutan pun sangat berkontribusi pada peningkatan ketahanan pangan, kesejahteraan manusia, peningkatan mata pencaharian, pengentasan kemiskinan, dan keseimbangan fungsi ekosistem. Namun, mewujudkan manajemen perikanan berkelanjutan membutuhkan komitmen kuat dari seluruh aspek masyarakat yang terlibat di dalamnya.
Di Restorasi Ekosistem Riau (RER), partisipasi masyarakat dan kegiatan ekonomi berkelanjutan merupakan hal penting dalam konservasi lingkungan dan pemeliharaan keanekaragaman hayati di Semenanjung Kampar. Penangkapan dan pengolahan ikan merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang kami dukung untuk dikelola secara lestari oleh masyarakat yang tinggal di sekitar area konsesi kami.
Terdapat empat sungai utama di Semenanjung Kampar, yaitu Sungai Serkap, Turip, Kutup, dan Sangar. Sebelum RER dibentuk, nelayan setempat telah turun-menurun menangkap ikan secara tradisional di Sungai Serkap. Sayangnya, mereka menggunakan praktik penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan dan berisiko bagi ekosistem air sungai yang sehat. Parahnya lagi, terkadang para nelayan bahkan membakar vegetasi di tepi sungai untuk memudahkan akses transportasi, tanpa berpikir bagaimana tindakan tersebut dapat menyebabkan degradasi hutan.
Oleh karena itu, RER berkomitmen untuk bekerja sama dengan komunitas nelayan setempat untuk mendorong praktik penangkapan ikan berkelanjutan yang dapat meningkatkan mata pencaharian dan kesejahteraan masyarakat setempat tanpa mengorbankan kelestarian alam Semenanjung Kampar.
Pada 9 dan 10 Oktober 2021, RER mengadakan pelatihan budidaya perikanan dan pengolahan hasil perikanan kepada 29 peserta dari lima desa, bekerja sama dengan empat fasilitator dari Universitas Riau.
Pelatihan ini bertujuan untuk membekali nelayan lokal dengan keterampilan yang mereka butuhkan untuk memastikan populasi ikan yang berkelanjutan di sungai-sungai Semenanjung Kampar.
Dalam pelatihan ini, dibagikan juga pengetahuan terkait keterampilan pengolahan ikan untuk meningkatkan umur simpan produk ikan, mengurangi ikan hilang atau berkurang selama pemrosesan, dan memanfaatkan produk sampingan dari pengolahan ikan untuk menghasilkan produk bernilai tambah dan mengubah apa yang dulunya limbah menjadi manfaat bagi ekonomi dan lingkungan.
Pelatihan dimulai dengan pemaparan materi oleh dua fasilitator yakni Prof. Dr. Irwan Efendi M.Sc dan Dr. Saberina S.Pi. MT.
Irwan Effendi adalah Kepala Dinas Perikanan Riau yang sudah berpengalaman menjelajahi Sungai Serkap. Setelah masa jabatannya berakhir pun ia tetap konsisten mengembangkan sektor perikanan di Provinsi Riau.
“Sungai Serkap diberkati dengan berbagai jenis ikan. Hasil pantauan terakhir saya menunjukkan bahwa terdapat berbagai jenis ikan lokal seperti Linca, Tuakang, Gabus, Baung, Lais, Toman, Tapah Koro dan Tapah dengan berbagai ukuran,” ia menyebutkan beberapa nama ikan lokal yang ditemukan di Sungai Serkap.
Ia juga menyebutkan beberapa jenis ikan yang baru teridentifikasi, seperti Ikan Merah, yang berpotensi sebagai ikan hias, bukan ikan konsumsi.
Effendi mengatakan, penting bagi nelayan lokal untuk membekali diri dengan pola pikir dan keterampilan kewirausahaan untuk mengembangkan berbagai bentuk usaha yang terkait dengan perikanan, sambil tetap menjaga praktik yang berkelanjutan.
“Penting juga untuk melakukan re-stock berbagai jenis ikan lokal yang populer sebagai konsumsi masyarakat, seperti ikan lais, ikan baung, ikan patin, dan ikan tapah,” lanjutnya.
Dia juga menyarankan para nelayan untuk membuat lokasi pemijahan ikan untuk menghindari menipisnya jumlah ikan lokal.
“Cara yang paling baik adalah dengan membuat kolam di air atau di tanah, dengan indukan untuk menjaga agar bibit tetap aman sampai bisa dibawa kembali ke Sungai Serkap,” jelas Effendi.
Penangkapan ikan berkelanjutan dan pengolahan produk perikanan
Sedangkan penjelasan dari Dr. Saberina lebih bersifat teknis, terutama tentang cara membuat keramba jaring secara tradisional. Materi ini sangat sesuai karena nelayan di sekitar RER memang lebih mengenal sistem penangkapan ikan menggunakan keramba, yakni wadah untuk menjebak ikan yang dilapisi dengan kayu, bambu, atau jaring.
Ia mengatakan ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam menangkap ikan dengan keramba, seperti ukuran keramba, pemeliharaan keramba, dan kualitas air.
Pelatihan pun dilanjutkan dengan praktik lapangan untuk keramba jaring apung di bawah bimbingan fasilitator. Peserta terlibat aktif dalam praktikum yang dimulai dengan pembuatan safety cover dari papan agar ikan di dalam keramba terlindung dari hama seperti buaya, kadal, dan berang-berang.
Saat memasang keramba, nelayan juga harus memperhatikan beratnya agar tidak mengapung di atas air dan tidak efektif untuk menjebak ikan.
Sementara itu, dua fasilitator lainnya, Dr. Andarini Diharmi, S,Pi. M.Si. dan Ulil Amri MC S.Pi. M.Si., membawakan materi tentang cara mengolah produk ikan kepada 20 peserta perempuan dari enam desa.
Diharmi mengatakan bahwa sebelum pelatihan, peserta hanya tahu cara mengasapi ikan. Oleh karena itu, pelatihan difokuskan pada bagaimana mengolah ikan air tawar menjadi produk konsumsi yang lebih bervariasi seperti bakso, >nugget, dan berbagai macam fishcake. Prosesnya didemonstrasikan dengan ikan lele sebagai bahan utamanya.
Bagi RER, keterlibatan masyarakat dalam perlindungan, perencanaan, dan pengelolaan kawasan konservasi sangat penting. Oleh karena itu, RER ingin memastikan bahwa setiap kegiatan tradisional seperti penangkapan ikan atau pemanenan madu hutan dilestarikan dengan cara yang lebih berkelanjutan dan menguntungkan bagi anggota masyarakat setempat.