April 19, 2017
TELUK MERANTI – Ichsan Malik Center (IMC) dan Fauna & Flora International mengadakan Lokakarya Potensi Konflik dan Penyelesaiannya di kantor Kecamatan Teluk Meranti di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Lokakarya ini merupakan bagian dari program pengelolaan kawasan Restorasi Ekosistem Riau (RER) yang berjalan di Semenanjung Kampar.
IMC melakukan penelitian sosial terkait potensi konflik dan penyelesaiannya di tujuh desa yang berada di sekitar kawasan RER. Penelitian ini dimaksudkan untuk merumuskan pendekatan terhadap penyelesaian konflik. Hasil dari penelitian sosial ini akan digunakan oleh perusahaan untuk menyusun mekanisme penyelesaian konflik yang mungkin terjadi saat ini atau di masa mendatang.
IMC merupakan fasilitator independen bagi dialog dan penyelesaian damai atas isu-isu sosial, khususnya bagi isu resolusi konflik, dengan fokus pada peningkatan kapasitas terkait penyelesaian konflik bagi semua pemangku kepentingan, pencegahan konflik, serta peningkatan pemahaman akan pentingnya menemukan jalan yang terbaik bagi semua pihak. FFI merupakan lembaga internasional non-pemerintah sekaligus mitra teknis RER dalam pelaksanaan kajian data dasar terkait keanekaragaman hayati, iklim, dan masyarakat.
“Sebagai lembaga swadaya masyarakat independen, FFI dengan bantuan IMC bermaksud menjelaskan seperti apa kemungkinan terjadinya konflik di desa-desa di Teluk Meranti dan bagaimana konflik tersebut dapat diselesaikan. Melalui lokakarya sosialisasi ini kita dapat belajar memahami sumber-sumber potensi konflik dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengatasinya bila konflik terjadi”, ujar Edy Suprayitno, Estate Manager RER.
Ada sebanyak 45 peserta lokakarya, termasuk dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) XIX Pekanbaru, Setda tingkat kecamatan, Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Tasik Besar Serkap, Camat Teluk Meranti, staf RER, Bidara, The Nature Conservancy (TNC), Mitra Insani Foundation, FFI, IMC, Lembaga Pengelola Hutan Desa Segamai, serta perwakilan dari lima desa (Teluk Binjai, Petodaan, Kuala Panduk, Pulau Muda, dan Segamai).
Dalam sambutan pembukanya, Sekretaris Daerah Kecamatan Teluk Meranti, H. Dusli menyampaikan harapan bahwa perwakilan dari masing-masing desa yang mengikuti lokakarya ini dapat berdiskusi secara produktif dengan RER, FFI, dan IMC.
“Hubungan antara perusahaan dan masyarakat berjalan baik, khususnya melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR/Corporate Social Responsibility). Saya harap perwakilan dari tiap desa di sini dapat membahas potensi sumber konflik yang ada di desa masing-masing”, ujar H. Dusli.
Direktur Eksekutif IMC, Rolly Leatemia, menyebutkan bahwa lokakarya ini merupakan kelanjutan dari penelitian sosial yang dilakukan antara bulan Juni – September 2016 oleh IMC di tujuh desa di kecamatan Teluk Meranti. Penelitian IMC mencakup wawancara dengan perorangan, diskusi kelompok terpumpun (FGD), observasi, dan kajian dokumen.
“Penelitian di tujuh desa di Teluk Meranti tahun 2016, dimulai dengan proses triangulasi, pendekatan ilmuwan untuk mencoba melihat dari sudut pandang warga setempat (Scientist’s Native’s Viewpoint), pemetaan riwayat konflik, danpemetaan faktor konflik (sumber konflik, pemicu konflik, akselerator konflik),“ urainya di sela-sela pelaksanaan lokakarya.
Edi Saritonga, warga desa Segamai, berharap perusahaan dapat mengoptimalkan pelatihan kewirausahaan di desa mereka, khususnya bagi warga yang tidak berpendidikan, sehingga masyarakat bisa menjadi lebih produktif setiap hari.
Rolly menambahkan bahwa lokakarya tersebut cukup produktif karena warga mulai terbuka dan menyampaikan pandangan serta gagasan mereka tentang cara mengembangkan dan memberdayakan desa mereka dengan lebih baik lagi. “Warga kecamatan Teluk Meranti menjadi makin kooperatif dan terbuka pada perusahaan. Lokakarya ini telah berhasil memverifikasi beberapa potensi konflik, sehingga draft untuk mekanisme penyelesaiannya dapat disusun. Apabila muncul konflik, diharapkan kita akan dapat mengupayakan penyelesaian melalui mediasi, musyawarah, dan tidak tergesa-gesa dalam memutuskan sesuatu”, ujar Rolly saat menutup lokakarya.
RER dibentuk oleh Grup APRIL pada tahun 2013 dengan program jangka panjang yang menggunakan pendekatan lanskap terpadu untuk melindungi, meng, memulihkan, dan mengelola lahan seluas 150.000 hektar yang sebelumnya merupakan lahan gambut yang rusak untuk mengembalikan fungsinya sebagai hutan yang unik dan penuh dengan keanekaragaman hayati.